oleh Ahmad Hadian Kardiadinata pada 09 November 2011 jam 11:14
Bukan aku lancang kepada Mu ya Robb, jika diujung dzikir sunat Fajar ku, kerap ku rutuki langit yang setiap pagi menyirami bumi kami.
Sungguh pohon kemunafikan semakin subur merambati relung hati, dan daun-daunnya merimbuni tubuh bugar para lelaki hingga ia lelap terbuai mimpi.
Maafkan jika sesal ini begitu menyesak dada, setiap kali gagal untuk menepis moleknya teman tidurku. Lalu kubiarkan…kalimat Iqomat..sayup ditelan hangatnya pelukan shubuh.
Allah…., pasti sang Nazir sahabatku itu celingukan selepas salam
Kehilangan teman untuk muroja’ah hafalannya, ketika kugantungkan biji tasbih -yang baru saja tamat ku eja- didekat cermin kamar tidurku.
Bunyi dzikirnya memang terdengar sama, disini dan disana…
Tapi disana…27 kali lebih indah lantunannya, 27 kali lebih kuat gaungnya, 27 kali lebih tinggi derajatnya, dan 27 kali lebih berkah akibatnya dikebersamaan, antara pilar-pilar langit, diatas permadani surga.
Sedangkan aku disini….tenggelam dalam bait-bait sunyi kesendirian, diantara megahnya tiang-tiang rumah duniaku.
Bagaimanapun memang ada selisih….diantara keduanya.
Rasulullah SAW pernah mengisyaratkan bahwa orang yg tidak lurus shaf nya dlm sholat berjamaah di masjid adalah pertanda HATINYA MASIH BERSELISIH DENGAN SESAMA SAUDARA MUSLIMNYA.
Allah…., kalau yg sholat berjamaah di masjid -tapi tidak lurus saja- bisa mengakibatkan hati nya berselisih, bagaimana pula halnya aku yang tidak ikut sholat berjamaah ???? Astaghfirullah..
Kenyataannya, memang begitu banyak hal yang telah menahan kaki kita utk melangkah ke masjid terutama pada waktu Isya' dan Shubuh.
Kita simak taujih Baginda Nabi Saw berikut ini;
Dari Ibnu Mas`ud ra berkata ; “Bahwa aku melihat dari kami yaitu tidaklah seseorang meninggalkan shalat jamaah (di Masjid) kecuali orang-orang munafik yang sudah dikenal kemunafikannya atau seorang yang memang sakit yang tidak bisa berjalan". (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapa yang mendengar azan namun tidak mendatanginya (ke Masjid) untuk shalat, maka tidak ada shalat baginya. Kecuali bagi orang yang uzur". (HR. Ibnu Majah 793, Ad-Daruquthuni 1/420, Ibnu Hibban 2064, Al-Hakim 1/245 dan sanadnya shahih).
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya shalat yang paling berat buat orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa seikat kayu bakar menuju ke suatu kaum yang tidak ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api". (HR. Bukhari 644,657,2420,7224. Muslim 651 dan lafaz hadits ini darinya).
Dan Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi” (QS Al Munafiqun : 9).
……………………………………………………………………………….
Ikhwani, Mari melangkah…ke selasar Firdaus (dekat rumah kita), walau jerih !!!
Dari Akhukum Fillah, Ahmad Hadian Kardiadinata.
Nazrul Ahmad, Rudiiskandar Lubis, dan Dahnial Al-Madany menyukai ini.
Ahmad Hadian Kardiadinata :Seorang Murobbi pernah mengatakan :"Klw kalian cari pemimpin yg kepadanya kalian akan serahkan urusan kalian sebaik-baiknya...rajin2 lah datang ke masjid terutama diwaktu Isya & Shubub...dan pilihlah satu diantara yg hadir disana...!!! Hmmmm
Kemarin jam 11:26 · Suka · 3
Rahman Efendi Ar ini juga materi kita pekan lalu kan? dari materi ini pekan lalu, muncul inspirasiku menulis surat cinta untuk murobbi. Sudah ditulis, tp belum dikirim... hehe...
Kemarin jam 14:08 · Suka
Muhammad Syukur Ismar hm
18 jam yang lalu · Suka
Ahmad Hadian Kardiadinata Benar akhi krn ana ingin memastikan semua kita mengulang materi lama ini, krn sptnya ini adalah masalah semua kita dlm menghadapi tarikan2 dunia ini.
Oya lomba surat cinta utk Murobbi kapan dikumpul ya?
9 jam yang lalu · Suka
Ada Tempat Kosong di Selasar Surga Firdaus (Materi Halaqoh Tadi Malam)
Andai Izrail Bisa Diajak Diskusi...
oleh Ahmad Hadian Kardiadinata pada 27 Oktober 2011 jam 15:27
Kemarin sore seorang sahabat tergopoh menelpon saya dengan tangis..” Akhi, Ayah saya barusan wafat di Makkah sehabis thowaf…” katanya memburu. Saya spontan menulis sms & menyebarkannya “Nanti malam kita ta’ziyah dan sholat ghaib” begitu sms saya.
Ketika ta’ziyah itulah baru saya tahu bahwa Almarhum sebenarnya tercatat akan berangkat ke Tanah Suci tahun depan. Beliau mendapat prioritas dipercepat melalui tambahan quota mengingat usianya yg sdh 82 tahun.
Beberapa bulan yang lalu, seorang sahabat juga harus melepas kepergian Ayahnya yang wafat ketika sedang berlibur di Sabang (Kota paling Ujung Barat Indonesia), sebuah tempat yang cukup jauh dengan kota tempat tinggalnya.
Sehari-hari orang tua itu tinggal dan berusaha bersama anak-anaknya dikota kelahirannya. Saat lebaran mereka berlibur ke tempat yg cukup jauh…dan ternyata disanalah ajalnya tiba.
Teringat kita pada firman Allah swt “Ma: tadri nafsun fi ayyi ardhin tamu:t (Seseorang tidak akan tahu ditanah mana ia akan mati)”.
Setiap kita mulai melangkahkan kaki dalam keseharian kita, pastinya tidak pernah terfikir dalam hati kita untuk mati dalam perjalanan itu atau ditempat tujuannya, namun kenyataannya….setiap manusia akan mendatangi tempat kematiannya yang telah “disepakatinya” dahulu dialam arwah dengan Robb nya.
“Walan yu-akhhiroLla:Hu nafsan idza: ja:a ajaluHa (Dan Allah tidak akan menunda sejenakpun kematian bagi seseorang jika telah datang ajalnya)”
………………………………………………………………………………………………………………………………………
Rintik diluar jendela, telah membasahi hati yang berdetak seirama “Khusnul Khotimah” nya Opick yang begitu mengharu biru…..memaksaku belajar mengeja kembali kalimat-kalimat dzikrul maut itu.
“ Terangkanlah, terangkanlah jiwa yang berkabut langkah penuh dosa. Bila masa tlah tiada…kereta kencana datang tiba-tiba. Air mata dalam duka, tak merubah cerita Nya. Hanya hening dan berjuta Tanya, dalam resah dalam pasrah..”
Ahh…andai kita boleh memilih kapan dan dimana kita harus mati? Andai Izrail bisa diajak berdiskusi…?
Tapi kata Asy Syahid Hasan Al Banna Rah ;”Kematian itu sesungguhnya sebuah SENI yang bisa kita kreasikan sendiri (khususnya) dalam NILAI KEMATIAN nya.
Kita bisa meraih Husnul Khotimah jika kita senantiasa berada dalam kesholihan setiap hari dan kita akan Suul Khotimah jika kita asyik dalam maksiat. Bukankah ajal itu datangnya tiba-tiba?
Saya pernah membaca berita tentang seseorang yang mati saat sedang (maaf) berselingkuh.
Masya Allah…pasti waktu itu ia tidak sedang ingat mati, sebab jika ia ingat mati maka ia tidak akan seperti itu.
Maka setiap kita mulai melangkah dalam keseharian kita, tak ada salahnya jika kita gumamkan dalam hati kita…”Jangan-jangan aku mati diperjalanan ini atau ditempat tujuan nanti..” Insya Allah kita tidak akan mampir ditempat-tempat yang tidak semestinya.
Saudaraku…Entah kapan, dimana dan dengan cara apa kita akan “menepati janji” kita…..Allahu a’lam.
Salam Ukhuwwah…..
Akhukum Fillah (Hadian Abu Al Ghozy Fillah)
Sri Pangastuty, Zulfan Mingka, Rahman Efendi Ar dan 19 lainnya menyukai ini.
8 yang dibagikan
A Dudi Krisnadi Orang yang yakin dalam hatinya sepenuh jiwanya bahwa kehidupan di seberang kematian jauh lebih baik dari saat ini, akan selalu merindukan mati.
(dalam konteks lain) Jadi, merupakan pekerjaan sia2 mengancam akan membunuh orang yang justru merindukan mati. Adalah mustahil menenggelamkan ikan ke dalam air ... :D
27 Oktober jam 15:43 · Suka · 1
Ahmad Hadian Kardiadinata A Dudi Krisnadi : Benar Kang, Kematian itupun bentuknya bisa berbeda dihadapan manusia yg berbeda. Adakalanya ia sebagai momok ada kalanya bisa sebagai cita2.
27 Oktober jam 15:48 · Suka
Zulieyka Ahmad Andai sj pemimpin2 kt slalu ingat bhw kmatian akan dtg tanpa diduga ....
27 Oktober jam 15:50 · Tidak Suka · 1
Ahmad Hadian Kardiadinata Zulieyka Ahmad : Ayo pilih pemimpin yg selalu ingat mati....
27 Oktober jam 15:51 · Suka · 1
Sulaeman Panjaitan Yang menepati janji panggilanNya sudah selesai tugasnya di dunia ini, KITA ????? sudah siapkah??????? bekal kita pulang kampung sejati ALLAHUMMA AINNI ALA ZIKRIKA WASYUKRIKA WA HUSNI IBADATIKA, salah satu ziqir Rasulullah SAW, yang patut kita ziqirkan juga Semoga Allah SWT merahmati kita amin
27 Oktober jam 16:09 · Tidak Suka · 1
Ningsih Erlina · Berteman dengan Masbar Banu dan 99 lainnya
Subhanallah ust tausiah nya...sudah mengingatkan ttg kematian...semoga umur yg tinggal sedikit ini dapat bermamfaat buat diri dan org lain.Aamiin.
27 Oktober jam 22:10 · Suka
Ahmad Hadian Kardiadinata Bu Ningsih Erlina : Aamiin...bgm kabar si kecil ?
27 Oktober jam 22:13 · Suka
Muhammad Syukur Ismar kita ajak yok
28 Oktober jam 9:03 · Suka
Muheri Abdullah subahanallah wal hamdulilah wala ilahaillahu akbar....status antum selalu menyejukan jiwa2 perindu syahid/syurga..slm bahagia dunia akhirat
28 Oktober jam 12:50 · Suka · 1
Ummi Ellys subhanallah..
28 Oktober jam 13:32 · Suka
Erwin Parlindungan Nst mudah2han tausyiah ustdz memperkuat keimanan, dengan seringnya mengingat mati...
01 November jam 12:35 · Suka
Ta’aruf Kecil di Teras Masjid : “Nama saya Umar Akhir Zaman….”
oleh Ahmad Hadian Kardiadinata pada 24 Oktober 2011 jam 22:57
“Nama saya Umar.... ustadz, Umar Akhir Zaman ! Saya suka dengan beberapa bagian khutbah Jum’at ustadz tadi” begitu katanya sambil erat menggenggam telapak tangan ku. Agak ter heran aku mendengar nama orang ini..”Umar Akhir Zaman”.
“Ahlan akhi, maaf kalau tadi agak keras. Bagaimana kabar keimanan anda hari ini?” Tanyaku, sedikit meniru tata cara menyapanya para Salafush sholih.
“O gak apa-apa ustadz memang harus begitu, Rasulullah kalau khutbah bahkan seperti panglima perang yang sedang memberikan komandonya dimedan laga, suaranya lantang dan wajahnya memerah seperti orang marah. Kalau kabar iman saya….Biasa lah ustadz, kadang hidup kadang mati” Suaranya datar tanpa beban, sedatar senyumnya yang menurutku sih agak sinis.
“Wah jangan sampai mati dong !” Sergahku cepat-cepat.
“Begitulah adanya ustadz…kalau para Sahabat Nabi dahulu, imannya turun naik macam harga Sawit. Tapi kalau kita sekarang hidup mati macam nasib rakyat kecil”. Singkat tapi padat penjelasannya meskipun kesannya cenderung vulgar, agak tidak sinkron dengan jenggot nya yang dibiarkan panjang dan kostum gamis tanggung dan celana ngatung nya.
“Nastaghfirullah…..” Kataku..mencoba dgn kalimat selirih mungkin.
“Maka beginilah kami, dari masjid ke masjid menyisihkan sedikit waktu utk menjaga iman kami tetap hidup. Kalau kami dirumah saja….kami takut iman ini mati”.
“Iman ini bisa tinggi kalau dunia kita rendahkan ustadz, sebaliknya iman akan rendah kalau dunia selalu kita tinggikan. Saya kadang malu menyandang nama besar Umar ini…sebab saya tidak sebaik Umar bin Abdul Aziz apalagi jika dibanding dengan Al Faruq, Umar bin Al Khothob. Mereka adalah para pemenang yang telah mampu mengalahkan buasnya dunia, sedangkan saya hanya Umar Akhir Zaman…yang sering kali kalah oleh kebuasan dunia”. Dia menambahkan, sembari tetap menggenggam telapak tanganku erat dan sesekali menguncang-guncangnya..sementara aku serius menyimak setiap kalimatnya yang lugas.
Dalam hati aku bergumam “Benar juga semua yang diucapkan orang ini, baru aku ngeh dengan nama yang diperkenalkannya”, tak terasa mataku berkaca-kaca.
Kami berangkulan erat sebelum berpisah….
“Tak usah berkecil hati Saudaraku, kita memang tak sebaik para sahabat karena zaman kita sekarangpun tak sebaik zamannya sahabat…dan karena guru kita pun tak sebaik gurunya para sahabat Rodhiyallahu anhum…(Rasulullah SAW), asalkan kita tetap menjadi pecinta sunnah beliau insya Allah kita akan tetap jadi orang baik” Kataku memungkas percakapan.
Ditengah jalan pulang hatiku masih dilekati dengan sisa-sisa nasihatnya yang tajam, sebagimana aroma tajam parfum non alkohol yang dipakai si Umar yang sudah berpindah melekat di gamisku.
“Terima kasih ya Robb…Engkau telah mengirim orang itu kepadaku…!”
(Hadian Abu Ghozy Fillah)
Rahman Efendi Ar, Khoir Rambe, Sri Pangastuty dan 11 lainnya menyukai ini.
1 berbagi ini
Nazrul Ahmad Subhanallah...
25 Oktober jam 18:05 · Suka
Mukhlis Mirza Siregar suatu pljrn yg sarat makna akhi, Subhanallah...
25 Oktober jam 20:55 · Suka
Muheri Abdullah saran: cerita diatas bisa jd inspirasi awal membuat sebuah novel berjudul Ta'aruf kecil di Teras Mesjid...lanjutkan akhi...
26 Oktober jam 15:13 · Suka
Sri Pangastuty subhanallah.....terima kasih pelajaran yg sangat berharga buat saya Ustadz
27 Oktober jam 0:22 · Suka
Ahmad Hadian Kardiadinata
Muheri Abdullah : Novel ?? hehehe. Saya ini sebenarnya sdh mulai menulis cerita sejak kelas 2 SMP akhi, cuma mmg tdk terpublikasikan krn maklum dulu anan tinggal di kampung. Wkt SMA ada beberapa Puisi saya yg dimuat di sebuah koran (itupun...Lihat Selengkapnya
27 Oktober jam 9:42 · Suka
Ahmad Hadian Kardiadinata All : thanks dukungannya...
27 Oktober jam 9:43 · Suka
Puasa Tapi Pacaran..................
(Sebuah Catatan Ahad Pagi Ramadhan 1432 H)
Minggu pagi 14 Agustus 2011 / Ramadhan ke 14, agak bergegas aku mempersiapkan diri untuk sebuah perjalanan dakwah, mengisi Taklim Ahad Dhuha disebuah Desa yang terletak hampir di perbatasan antara Kabupaten Batu Bara dengan Kabupaten Simalungun. Desa yang tentram menurutku, berada diantara rimbunan pepohonan dan perkebunan kelapa sawit jauh dari hingar-bingar kendaraan bermotor. Yang banyak terlihat justru iring-iringan sapi gembalaan milik penduduk, agak nampak “kontras” dengan cukup banyaknya rumah-rumah permanen yang cukup megah dengan desain modern.
Kusiapkan materi dalam Laptop -yang sudah 4 tahun ini selalu setia menemaniku-, proyektor dan ..ups..ternyata screennya belum ada. Alhamdulillah seorang ustadz bermurah hati meminjamiku.
Sahabat2 yang telah dijadwalkan akan mendampingiku entah kenapa pada hari itu semuanya berhalangan karena mereka masing2 punya agenda yg tidak bisa ditinggalkan.
Akhirnya aku mengajak seseorang untuk bersedia mendampingiku dalam perjalanan itu.
Acara taklimnya sendiri alhamdulillah berjalan normal seperti biasa, dimulai sekitar jam 09.00 dengan Shalat Dhuha bersama, ada beberapa sambutan dari Kepala Desa & Tokoh Masjid setempat lalu giliranku mengisi materi.
Yang istimewa pada agenda kali ini adalah, aku begitu menikmati perjalanan ini. Obrolan-obrolan yang asyik sepanjang perjalanan diselingi canda tawa kala melintasi rimbunan pohon-pohon sawit dan karet, telah membuat hati kami berbunga-bunga. Betapa tidak, kali ini yang duduk disampingku adalah seorang wanita. Dia istriku tercinta....,wanita yang setiap kali kalau aku ta’arruf sebelum memulai berceramah selalu kuperkenalkan kepada jamaah bahwa “istri saya empat...anaknya”. Seringnya jamaah ibu-ibu spontan merespon..”Uuuhhhhh” sambil tertawa, sebab dengan kalimat yang pemenggalannya dibuat agak tidak normal itu mereka mendengarnya seolah istriku ada empat. Ah itu sekedar trik saja untuk memancing perhatian mustami’.
Yah hanya dia kawan seiring hari itu, sebab anak-anak tidak kami ajak serta. Entah kenapa hari itu kami hanya ingin berdua.
Jadilah perjalanan kali ini perjalanan yang sarat dengan kenangan...seolah mengulang masa-masa pacaran 15 tahun silam ketika pertama kali kami bersama dalam ikatan pernikahan..kemana-mana hanya berdua sebelum ada di Si Teteh -anak pertama kami-.
Ketika seorang jamaah bertanya tentang yang dilarang ketika berpuasa.....sambil berseloroh aku menjawab; “Berpacaran itu gak puasa pun memang sudah terlarang, kecuali pacaran dengan istri tercinta. Cuma kalau sedang puasa ya harus tahu juga batasan-batasannya agar tidak sampai membatalkan puasa kita...seperti kami (aku dan istri) tadi sepanjang jalan kami pacaran....”
Ketika aku menuliskan kisah perjalanan ini, aku baru sadar bahwa bulan ini Agustus 2011 (tepatnya 31 Agustus) adalah genap 15 tahun pernikahan kami. Subhanallah................
Terima kasih ya Robbana..Engkau telah mengaruniakan ku seorang istri yang setia mendampingi perjalanan hidupku.....Di hari-hari mustajab do’a dibulan mulia ini, ijinkan kami berharap...”Kekalkan kebersamaan ini dijalan dakwah dan ridho Mu, dan persatukan kami kembali kelak di Jannah Mu bersama semua buah hati kami...dan sekalian orang-orang mukmin!”
Robbana: hablana: min azwa:jina wa dzurriyyatina: qurrota a’yunin..waj’alna: lil muttaqi:na ima:ma:, Aamin.
...untuk 15 tahun pernikahan kami.
Kepada Diriku Sendiri dan Saudaraku

No one Perfect...My Brother !
Saya jadi teringat akan kisah "Sebutir Pasir Didalam Kaos Kaki". Bagaimana seorang pemanjat tebing yang berpengalaman bisa gagal menaklukan tebing terjal yang sudah menjadi langganannya, bukan karena ia tak punya peralatan lengkap, bukan pula karena kurang latihan dan pemanasan, bukan pula karena tak siap mental......tetapi hanya karena ia tidak hati-hati ketika ia mengenakan kaus kaki sebelum berangkat.
Ternyata didalam kaus kakinya terdapat sebutir pasir yang terselip diantara jari-jari kakinya.
Semakin aktif ia melangkah menapaki terjalnya tebing curam itu, semakin tinggi ia mampu mendaki, peluh pun mulai membasahi sekujur tubuhnya. Dan saat itulah sang sebutir pasir itu "menemukan momentumnya". Dengan gesekan-gesekan halus namun intens...sebutir pasir itu telah dengan perlahan menimbulkan rasa sakit yang kian lama kian sangat mengganggu, tidak seberapa memang sakitnya tetapi cukup membuat konsentrasi sang pemanjat tebing buyar....dan...iapun jatuh terpelanting dari ketinggian...Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un.
Musibah seperti ini bisa menimpa siapapun dari kita, sebab kita bukan manusia sempurna. Serapi apapun kita persiapkan diri kita, terkadang masih saja ada yg terlewatkan.
Ayyuhal Ikhwah.....mari kita jadikan segala sesuatu yang terjadi depan mata kita sebagai Ibroh, agar kita semakin dewasa dalam melangkah. Terlebih dengan beban amanah yang semakin sarat dipundak kita.
Semoga masih ada tali yang telah terpasang dimana kita bisa bergelayut, ketika suatu saat musibah ini menimpa kita.
103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS Ali Imran:103)






